Kamis, 03 Oktober 2013


MACAPAT
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu.
Pada umumnya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula.Seorang pakar Sastra Jawa, Arps menguraikan beberapa arti-arti lainnya di dalam bukunya Tembang in two traditions.
Selain yang telah disebut di atas ini, arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat.
Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-laguyang artinya ialah "melagukan nada keempat". Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagumaca-ro-lagu dan maca-tri-lagu. Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kedir.  Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan namatembang gedhéMaca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara. Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya.Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.


Struktur macapat

Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada. Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.

Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang digunakan. Sementara setiap pada dibagi lagi menjadilarik atau gatra. Sementara setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda. Setiap gatra jadi memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama pula.
Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larikatau gatra diberi nama guru lagu.

Tabel macapat

Supaya lebih mudah membedakan antara guru gatra, guru wilangan lan guru lagu dari tembang-tembang tadi, maka setiap metrum ditata di dalam sebuah tabel seperti di bawah ini:

Metrum
Gatra
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
Tembang cilik / Sekar alit
Dhandhanggula
10
10i10a7u9i7a6u8a12i7a
Maskumambang
4
12i6a8i8a
Sinom
9
8a8i8a8i7i8u7a8i12a
Kinanthi
6
8u8i8a8i8a8i
Asmarandana
7
8i8i8a7a8u8a
Durma
7
12a7i6a7a8i5a7i
Pangkur
7
8a11i8u7a12u8a8i
Mijil
6
10i6o10é10i6i6u
Pocung
4
12u6a8i12a
Tembang tengahan / Sekar madya
Jurudhemung
7
8a8u8u8a8u8a8u
Wirangrong
6
8i8o10u6i7a8a
Balabak
6
12a12a12u
Gambuh
5
7u10u12i8u8o
Megatruh
5
12u8i8u8i8o
Tembang gedhé / Sekar ageng
Girisa
8
8a8a8a8a8a8a8a8a
http://id.wikipedia.org/wiki/Macapat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar