MACAPAT
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu.
Pada umumnya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula.Seorang pakar Sastra Jawa, Arps menguraikan beberapa arti-arti lainnya di dalam bukunya Tembang in two traditions.
Selain yang telah disebut di atas ini, arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat.
Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-laguyang artinya ialah "melagukan nada keempat". Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan maca-tri-lagu. Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kedir. Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan namatembang gedhé. Maca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara. Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya.Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.
Struktur macapat
Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada. Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.
Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang digunakan. Sementara setiap pada dibagi lagi menjadilarik atau gatra. Sementara setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda. Setiap gatra jadi memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama pula.
Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larikatau gatra diberi nama guru lagu.
Tabel macapat
Supaya lebih mudah membedakan antara guru gatra, guru wilangan lan guru lagu dari tembang-tembang tadi, maka setiap metrum ditata di dalam sebuah tabel seperti di bawah ini:
Metrum | |||||||||||
Tembang cilik / Sekar alit | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Dhandhanggula | 10i | 10a | 8é | 7u | 9i | 7a | 6u | 8a | 12i | 7a | |
Maskumambang | 12i | 6a | 8i | 8a | |||||||
Sinom | 8a | 8i | 8a | 8i | 7i | 8u | 7a | 8i | 12a | ||
Kinanthi | 8u | 8i | 8a | 8i | 8a | 8i | |||||
Asmarandana | 8i | 8i | 8é | 8a | 7a | 8u | 8a | ||||
Durma | 12a | 7i | 6a | 7a | 8i | 5a | 7i | ||||
Pangkur | 8a | 11i | 8u | 7a | 12u | 8a | 8i | ||||
Mijil | 10i | 6o | 10é | 10i | 6i | 6u | |||||
Pocung | 12u | 6a | 8i | 12a | |||||||
Tembang tengahan / Sekar madya | |||||||||||
Jurudhemung | 8a | 8u | 8u | 8a | 8u | 8a | 8u | ||||
Wirangrong | 8i | 8o | 10u | 6i | 7a | 8a | |||||
Balabak | 12a | 3é | 12a | 3é | 12u | 3é | |||||
Gambuh | 7u | 10u | 12i | 8u | 8o | ||||||
Megatruh | 12u | 8i | 8u | 8i | 8o | ||||||
Tembang gedhé / Sekar ageng | |||||||||||
Girisa | 8a | 8a | 8a | 8a | 8a | 8a | 8a | 8a |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar